Jumat, 23 Maret 2012

Totto-chan (Gadis cilik di jendela eps 2)


Gadis cilik di jendela

Mama merasa khawatir krntotto-chanpernah di keluarkan dari sekolah, meskipun dia baru mulai bersekolah. Sungguh aneh, baru kelas satu SD sudah dikeluarkan dari sekolah.
            Kejadian seminggu yg lalu. Mama di panggil wali kelas totto-chan yg langsung berbicara tanpa basa-basi. “putri anda mengacaukan kelas saya. Saya terpaksa meminta anda memindahkan ke sekolah lain.” Kemudian ibu guru muda yg manis itu mendesah. “kesabaran saya benar-benar sudah habis.”
            Mama kaget sekali. Apa yg dilakukan totto-chan hingga mengacaukan seluruh kelas? Pikirnya menebak-nebak.
            Sambil mengedip-ngedip gugup dan merapi-rapikan rambutnya yg di potong pendek model laki-laki, guru itu menjelaskan, “ya, misalnya, dia membuka dan menutup mejanya ratusan kali. Saya sudah menjelaskan bahwa murid2 tak boleh membuka dan menutup mejanya kecuali untuk mengambil atau memasukan sesuatu. Eh, putri anda malah jadi terus-terusan mengeluarkan dan memasukan sesuatu-- mengeluarkan atau memasukan buku catatan, kotak pensil, buku pelajaran, atau apa saja yg ada di mejanya.
            “misalnya, wkt pelajaran menulis abjad, putri anda membuka meja, mengeluarkan buku catatan, lalu menutup meja dengan membantingnya. Kemudian dia membuka meja lagi, memasukan kepalanya, mengeluarkan pensil, cepat2 membanting tutupnya, lalu menulis ‘A’. kalau tulisannya jelek atau salah, dia akan membuka meja lagi, mengeluarkan penghapus, menutup meja, menghapus huruf itu, kemudian membuka dan menutup meja lagi untuk menyimpan penghapus—semua itu dilakukan dengan cepat sekali.
            “ketika sudah selesai mengulang menulis ‘A’, dia memasukan kembali semua peralatannya ke bawah meja, satu per satu. Dia memasukan pensil, menutup meja, lalu membukanya lagi untuk memasukan buku catatan. Kemudian, ketika dia sampai ke huruf berikutnya, dia mengulang semuanya—mula-mula buku catatan, lalu pensil, lalu penghapus—setiap kali melakukan itu dia membuka dan menutup mejanya. Itu membuat saya pusing. Tapi saya tak bisa memarahinya karena dia selalu membuka dan menutup mejanya dengan alasan yg benar.”
            Bulu mata panjang guru itu bergetar samakin cepat ketika dia membayangkan kejadian yg dicertiakannya.
            Tiba-tiba mama mengerti mengapa totto-chan sering sekali membuka dan menutup mejanya. Dia ingat bagaimana bersemangat totto-chan wkt pulang sekolah di hari pertama. Katanya, “sekolah asyik sekali! Mejaku di rumah ada lacinya yg bisa di tarik, tapi meja di sekolah ada tutupnya yg bisa di buka keatas. Meja itu seperti peti, dan bisa menyimpan apa saja di dalamnya. Keren sekali!”
            Mama membayangkan totto-chan yg dengan riang membuka dan menutup meja barunya. Mama tidak mengaggap itu perbuatan nakal. Lagi pula, totto-chan pasti akan berhenti melakukan jika sudah bosan. Tapi mama hanya berkata begini pada ibu guru, “akan kunasehati dia tentang hal itu.”
            Nada suara guru itu meninggi ketika melanjutkan, “saya tdk akan hilang kesabaran kalau hanya itu masalahnya.”
            Mama jadi salah tingkah ketika guru itu mencodongkan badanya ke depan. “kalau dia tdk membuat kegaduhan dengan mejanya, dia berdiri. Selama jam pelajaran!”
            “berdiri?di mana?” Tanya mama kaget.
            “di depan jendela,” jawab guru itu ketus.
“kenapa dia berdiri di depan jendela?” Tanya mama heran.
            “agar dia bisa memanggil pemusik jalanan!”guru itu nyaris menjerit.
            Inti cerita guru itu adalah, setelah satu jam membuka menutup mejanya, totto-chan meninggalkan tempat duduknya lalu berdiri di depan jendela, memandang ke luar. Kemudian, ketika guru itu mulai berfikir selama totto-chan tidak membuat keributan biar saja dia berdiri di sana, gadis cilik itu tiba-tiba memanggil pemusik jalanan yg berpakaian kumuh.
            Sesuatu yg membuat totto-chan senang tapi bagi gurunya menjengkelkan yaitu kenyataan bahwa kelas mereka terletak di lantai dasar dengan jendella menghadap ke jalan. Antara dinding sekolah dan jalan yg hanya di batasi pagar tananman rendah. Jadi, siapapun yg ada di dalam kelas bisa dengan mudah bercakap-cakap dengan orang yg lewat di jalan. Ketika totto-chan memanggil mereka, para pemusik jalanan itu langsung mendekati jendela kelas. Lalu, kata guru itu,totto-chan mengumumkan kepada seisi kelas, “mereka datang!” dan anak2 berlarian ke jendela sambil memanggil-manggil para pemusik itu.
            “mainkan lagu,” kata totto-chan. rombongan kecil itu, yg biasanya melewati sekolah tanpa suara, memainkan musik mereka keras2 di depan murid-murid. Maka terdengarlah lengking nyaring clarinet, bunyi gong, gendering, dan samisen—alat musik petik khas jepang. Guru yg malang itu hanya bisa menunggu dengan sabar sampai kegaduhan selesai.
            Akhirnya, setelah lagu selesai, para pemusik itu pergi dan murid-murid kembali ke tempat duduk masing2. semua, kecuali totto-chan. ketika guru bertanya, “mengapa kau tetap berdiri di depan jendela?”
            Totto-chan menjawab dengan sunguh2, ‘mungkin pemusik yg lain akan lewat. Lagi pula, saying kan, kalau kita sampai tidak melihat rombongan yg tadi kembali.”
            “sekarang anda pasti bisa membayangkan betapa kelakuannya membuat kelas menjadi kacau, kan?” kata guru itu emosi. Mama mulai bersimpati padanya ketika dang guru meneruskan dangan suara yg semakin meninggi,” “lagi pula, selain itu….”
“apalagi yg dilakukan?” Tanya mama dengan perasaan makin tak enak.
“apa lagi?” seru guru itu. “kalau saja saya bisa menghitung apa saja yg dilakukannya, saya tidak akan meminta anda memindahkanya ke sekolah lain.”
Guru itu berusaha menenagkan diri, kemudian memandang mama lekat-lekat. “kemarin, totto-chan berdiri di depan jendela seperti biasa. Saya terus mengajar, mengira dia menunggu para pemusik jalanan itu. Tiba-tiba dia berteriak kepada seseorang, ‘hei, kau sedang apa?’ dari tempat saya berdiri saya tidak bisa melihat siapa yg diajaknya bicara, jadi saya hanya bisa menebak2 apa yg sedang terjadi. Kemudian dia berteriak lagi, ‘kau sedang apa?’ dia tdk bicara pada seseorang di jalan tapi pada seseorang yg berada entah di mana.
            “saya jadi penasaran dan mencoba mendengarkan jawaban, tapi tak ada yg menjawab. Meskipun demikian, putri anda terus menerus berseru, ‘kau sedang apa?’ begitu seringnya hingga saya tak bisa mengajar. Akhirnya saya pergi ke jendela untuk melihat siapa yg diajak berbicara. Ketika menjulurkan kepala keluar jendela dan mendongak, saya melihat sepasang burung wallet sedang membuat sarang di bawah atap teritisan. totto-chan berbicara pada sepasang burung wallet!
            “anda tahu, saya memahami anak2 dan saya tidak mengatakan bahwa berbicara kepada burung walet itu tidak masuk akal. Saya hanya merasa, tidaklah perlu bertanya kepada sepasang burung wallet apa yg sedang mereka kerjakan ketika kita sedang mengikuti pelajaran.”
Sebelum mama sempat membuka mulut untuk meminta maaf, guru itu sudah melanjutkan, “ada lagi masalah di pelajaran menggambar. Saya meminta anak-anak menggambar bendera jepang. Semua anak menggambar dengan benar, tapi putri anda menggabar bendera angkatan laut—anda tahu kan, yang bergambar matahari dengan garis-garis sinar. Biarkan saja, pikir saya. Tiba-tiba dia mulai menggambar rumbai-rumbai di sekeliling bendera. Rumbai-rumbai! Bayangkan, seperti rumbai-rumbai pada panji. Mungkin dia pernah melihatnya entah dimana.
            “sebelum saya sadar apa yg dilakukannya, dia telah menggambarkan rumbai kuning sampai ke pinggir kertas dan terus menggoreskannya di atas mejanya. Anda tahu, benderanya dia gambar hampir sehalaman penuh, jadi tak ada tempat cukup untuk rumbai-rumbainya. Dia mengambil krayon kuning lalu membuat ratusan garis yg menggores sampai melewati pinggir kertas. Jadi, waktu dia mengangkat kertasnya, mejanya penuh dengan coretan kuning yg tak bisa di hapus betapapun kerasnya kami berusaha. Untunglah, garis-garis itu hanya memenuhi tiga sisi.”
            Karena bingung, mama cepat2 betanya, “apa maksud anda” hanya tiga sisi.”
            Meskipun tampak mulai capek, guru itu masih berusaha menjelaskan. “dia menggambar tiang bendera di bagian kiri bendera, jadi rumbai-rumbainya hanya ada di tiga sisi bendera itu.”
            Mama merasa agak lega. “oh, begitu, hanya di tiga sisi.”
            Pada saat itu, ibu guru berkata pelan, sambil memberi tekanan pada setiap kata yg diucapkannya, “tapi sebagian besar gambar tiang bendera itu juga berada di luar kertas, dan sekarang masih ada di meja.”
            Setelah berkata demikian, guru itu bangkit berdiri lalu mengucapkan kata2 penutup dengan dingin, “saya bukan satu-satunya guru yg kesal. Guru di kelas sebelah juga mendapat kesulitan.”
            Jelas mama harus melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah itu. Ini tidak adil bagi murid2 yg lain. Mama harus mencari sekolah lain, sekolah yg bisa memahami dan mengajari putri ciliknya untuk menyesuaikan diri dengan orang lain.
            Sekolah yg sedang mereka tuju ditemukan mama setelah mencari kemana-mana.
            Mama tidak bilang kepada totto-chan bahwa dia di keluarkan dari sekolah. Dia tahu, totto-chan takkan mengerti mengapa dia di anggap telah berbuat salah dan mama tidak ingin putrinya menderita tekanan batin, jadi diputuskannya untuk tidak memberi tahu totto-chan samapi dia dewasa kelak. Mama hanya berkata, “bagaimana kalau kau pindah ke sekolah baru? Mama dengar ada sekolahan yg sangat bagus.”
            “baiklah,” kata totto-chan setelah berfikir cukup lama. “tapi…”
            Apa lagi ini? Pikir mama. Apakah dia tahu bahwa dia di keluarkan dari sekolah?
            Tapi sesaat kemudian totto-chan hanya bertanya begini dengan riang, “menurut mama, para pemusik jalanan akan melewati sekolah baruku, tidak?”

episode 2..... 
(by tetsuko kuroyanagi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar